Kisah Misteri Abadi: Benua Atlantis
Kisah tentang Atlantis pertama kali tertuang dalam dua catatan dialog Plato, Timaeus dan Critias, yang ditulis sekitar 360 SM. Plato mencatat bahwa Atlantis adalah sebuah pulau Atlantis yang terletak di sebelah barat Selat Gibraltar. Ia mengandaikan luas Atlantis lebih besar dari Libya dan Asia Minor. Konon, leluhur monarki Atlantis adalah Dewa Poseidon. Pada suatu masa yang sangat lampau, Poseidon menikahi seorang gadis penghuni Atlantis bernama Cleito. Lalu lahirlah lima pasangan anak kembar. Poseidon lantas membangun sebuah istana-istana megah untuk Cleito dan anak-anaknya. Atlas, si anak tertua, lalu diangkat menjadi raja dan dari namanyalah sebutan Atlantis berasal. Atlantis menjadi negara pulau yang subur, kaya, dan kuat secara militer berkat anugrah Poseidon. Seiring waktu, keturunan Atlas menjadi arogan dan haus kekuasaan. Untuk memuaskan hasrat berkuasanya, raja-raja Atlantis menaklukkan negeri-negeri di sekeliling Laut Mediterania.
Perkembangan demikian membuat Zeus, raja para dewa, murka. Atlantis lalu dikutuknya kalah melawan aliansi negara-negara yang dipimpin Athena. Sebagai pelengkap azab, usai kekalahan itu Pulau Atlantis dibenamkan ke dasar laut. Peristiwa kekalahan dan tenggelamnya peradaban Atlantis menurut Ronald H. Fritze dalam Invented Knowledge: False History, Fake Science and Pseudo-Religions (2009, hlm. 24) diperkirakan terjadi sekira 9400 sebelum masehi. Plato mengatakan bahwa kisah itu didapat leluhurnya yang bernama Critias dari cendekiawan dan ahli hukum bernama Solon. Sementara Solon mendapat kisah Atlantis dari pendeta penjaga kuil Dewi Neith di Mesir. Pendeta Mesir itu mengatakan kepada Solon bahwa orang-orang Yunani di masanya tak lagi mengenal Atlantis karena hilangnya catatan sejarah akibat bencana. Untungnya Masyarakat Mesir yang berhubungan dengan orang-orang Yunani masih menyimpan kisah itu. “Karena bebas dari jangkauan bencana, orang Mesir berhasil menyimpan catatan-catatan dari zaman paling kuno dan karenanya memiliki akses ke rentang sejarah yang telah hilang. Pada suatu kolom di kuil Neith di Saïs, kisah Atlantis ditulis dan para imam di sana membagikannya dengan Solon yang lalu membawanya kembali ke Yunani,” terang Fritze (hlm. 27).Pencarian Atlantis
Karya Plato itu adalah satu-satunya sumber dari zaman Yunani kuna yang menyebut tentang Atlantis. Beberapa cendekia Yunani kuno lain seperti Strabo, Diodorus, Siculus dan Plutarch juga pernah menyebutnya, tetapi semuanya merujuk kembali kepada Plato. Sementara itu, Plato menuliskan bahwa Atlantis adalah kisah turun-temurun dalam keluarganya. Karenanya, kesahihan Atlantis sebagai negara atau pulau nyata pun jadi meragukan. Ahli dan komentator mengaku hal itu kisah karangan Plato. Atlantis dihadirkan Plato sebagai antitesis masyarakat Athena yang ideal. Selain pijakan sejarahnya sumir, keunggulan peradaban Atlantis bukanlah sesuatu benar-benar fantastis. Sebagaimana yang dikisahkan Plato dan dikisahkan dalam film Aquaman, Atlantis adalah negeri kaya dan kuat yang invasif. “Legenda Atlantis lebih cenderung tentang saingan heroik kota Athena daripada peradaban yang tenggelam. Jika Atlantis benar-benar ada hari ini penduduknya mungkin akan mencoba membunuh dan memperbudak kita semua,” tulis Benjamin Radford di laman Live Science. Namun, ketiadaan sumber sejarah yang kuat toh tak bisa membendung hasrat orang untuk mengungkap keberadaan Atlantis. Meski Plato secara gamblang telah menyebut letak dan waktu raibnya Atlantis, sejumlah teori lain pun tetap diajukan. Biang dari semaraknya pencarian Atlantis adalah sejarawan amatir dan anggota kongres Amerika Serikat Ignatius Donnelly. Pada 1882, Donelly menerbitkan monografnya tentang Atlantis yang berkepala The Antediluevian World. Ia sungguh meyakini cerita Plato adalah kebenaran sejarah. Donelly juga menambahkan bahwa semua peradaban besar di bumi bermula dari Atlantis. “Donnelly lebih dari sekadar mempopulerkan cerita Plato. Dia menambahkan beberapa ‘fakta’ dan gagasannya sendiri yang lalu jadi bagian dari mitos Atlantis. Donnelly mempromosikan apa yang sekarang disebut ‘teori difusi’, gagasan bahwa semua peradaban besar dapat dilacak kembali ke satu sumber tunggal,” tulis Redford yang punya spesialisasi dalam pseudosains. Serbaneka teori kemudian mengemuka usai Donelly mempublikasikan teorinya. Laman media sejarah History mencatat setidaknya ada tiga teori lainnya yang sama populernya. Charles Berlitz, misalnya, yang pada 1970 mengatakan bahwa Atlantis adalah pulau yang terletak lepas pantai Bahama dan tenggelam oleh gaya tarik Segitiga Bermuda. Lalu ada Charles Hapgood yang dalam bukunya Earth’s Shifting Crust(1958) menyebut bahwa Atlantis sebenarnya adalah Antartika. Menurut perkiraannya Atlantis tenggelam sekira 12.000 tahun lampau akibat pergeseran kerak bumi. Atlantis yang berbudaya maju bergeser hingga ke kutub selatan bumi yang dingin dan kemudian membeku. Teori ini terbantahkan kala pengetahuan tentang lempeng tektonik mulai berkembang. Teori yang juga terkenal adalah menghubungkan tenggelamnya Atlantis dengan terbentuk Laut Hitam. Teori ini menganggap Atlantis sebenarnya adalah kisah dongeng yang terilhami dari peristiwa geologis sekira 5600 tahun sebelum Kristus lahir. Pada masa itu tanah genting—yang kini jadi Selat Bosporus—jebol dan menggenangi danau Laut Hitam. Orang-orang yang selamat dari bencana ini lantas menyebarkan dongeng tentang peristiwa ini hingga sampai pada Plato. Dongeng Atlantis sebagai folklor tentang kejadian bencana geologi agaknya lebih masuk akal. Fritze dalam bukunya (hlm. 19-21) pun menyebut bahwa kemungkinan besar Atlantis merujuk pada letusan pulau gunung api Thera di Laut Aegea pada 1525 sebelum masehi. Letusan gunung api Thera itu diperkirakan 10 kali lebih kuat dari pada letusan Krakatau pada 1883. Sama pula dengan Krakatau yang menghilang dari muka laut, sebagian tubuh gunung api Thera juga lenyap. Erupsi itu pun tak ayal memicu tsunami yang menerjang Pulau Kreta yang terletak 70 kilometer di selatannya dan memusnahkan peradaban bangsa Minoan. Atlantis cocok dengan peradaban Minoan yang memang merupakan peradaban besar pertama di Eropa paling maju di masanya. “Selama seratus tahun terakhir para sejarawan dan arkeolog terkemuka telah mengemukakan bahwa kisah-kisah kehancuran Thera memberi Plato inspirasi untuk menggubah kisah tentang Atlantis,” tulis Fritze (hlm. 21). (*)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: